Terima Kasihku untuk Ibu
Bodoh dan lugu, aku tak tahu akan perasaanmu waktu itu. Senyum merekah dan semangat yang terpacar dari satu wajah. Lelah dan lesu tidak terbesit sedikit pun dalam pikiranmu. Hanya ocehan dan rengek tangisan yang bisa kubagi. Bukannya marah, kau malah senang dan tertawa. Bukan kecewa tapi kau justru bahagia. Dalam ketidakberdayaanku, aku berlindung dalam penjagaanmu. Tumbuh dan besar dalam dekapan kasih sayangmu.
Tak teringat bagaimana
pertama kali ku bisa ada. Lahir dari sosok manusia tangguh nan penyayang. Aku
menjadi tenang, rasa rela berkorbanmu menyelimuti kegelisahan hatiku. Tangan lembut
itu menjadi kasar karena membesarkanku. Tetesan peluh jatuh tak menyurutkan
perjuanganmu. Keluh kesah tak pernah keluar dari mulutmu. Hanya ada kelembutan
tutur kata, semangat asuh yang mewarnai hari-hariku kala itu. Bocah manis kini
tumbuh menjadi sosok laki-laki dewasa.
Terlintas di pikiranku,
bagaimana bisa ada perempuan setangguh itu? Mana ada sosok sempurna seperti
itu? Tapi ya itulah dirimu. Perempuan yang hebat di mataku yang tak peduli
lapar yang penting perut putranya terisi dan tak risau sedikit pun dengan
keadaannya sendiri. Semangat mengais rezeki yang diberikan Tuhan. Siang malam
berlalu lalang, mengais pundi-pundi rupiah. Bermandikan keringat hingga
pakaianmu lusuh yang seakan itu terbayar dengan melihatku tersenyum.
Dalam kebingunganku tersentak
menyadari, masa-masa kecilku telah berlalu bak direnggut masa. Aku tumbuh, kau
pun menua. Garis kerut wajah semakin terlihat dan rambut hitammu semakin
memutih seiring dengan bertambahnya umurku. Tersadar dalam kegundahan di dalam lubuk
hatiku, ku belum menggantikan jasa-jasamu itu. Bu, maaf. Tak pernah bermaksud
mengiris hati lembutmu tapi sikapku kadang tak sebaik harapanmu. Cinta kasihmu
ku balas keluh kesah. Peluh keringatmu kubalas rasa acuh. Pengorbanan kerasmu
jauh dari kata terbayarkan. Tapi kau tidak pernah kecewa, wajah itu masih pancarkan
senyumnya.
Memang sampai saat ini,
ku belum merasa membuatmu bahagia akan ku. Banyak waktu yang kulewatkan dalam
kesia-siaan. Belum bisa menjadi anak kebanggan dan malah larut dalam
keteledoran. Banyak yang bisa ku lakukan tapi ku memilih untuk bersikap malas
kala itu. Namun kau bisa sedikit terhibur sekarang, ku sedang
bersungguh-sungguh mengejar mimpi besarku. Meniti jalan sesuai keinginanku
dengan harapan yang besar dan seling bantuan doamu tentunya. Semoga Tuhan
berikan secercah keberuntungan untukku.
Sosokmu tak akan pernah
tergantikan. Tidak peduli saat ku kecil maupun dewasa, kasih sayangmu tak
pernah pudar. Kelembutan dan pengorbanan masih bisa kurasakan. Janjiku, akan
terus berlari mewujudkan mimpiku, tak peduli batu menjatuhkanku, maka ku
bangkit saja. Semoga jerih payahmu merawatku bukanlah suatu penyesalan. Sampai
ku mati, kau tetap menjadi perempuan hebat di mataku.
Komentar
Posting Komentar